Inilah Sejarah Berdirinya Monumen Nasional (Monas)
Menurut sejarah terbentunya, Monas dibangun hanya untuk mengenang dari jasa serta perjuangan para pahlawan-pahlawan dalam mengusir penjajah belanda yang berada di Indonesia. Pendirian tugu Monas sendiri diperintahkan secara langsung oleh bapak proklamator sekaligus Presiden Indonesia di kala itu, yakni Bapak Ir. Soekarno, dengan mengandeng seorang arsitek yang bernama Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono.
Dilansir dari jakarta.go.id, Monas merupakan monumen (tugu) yang bersimbol keperkasaan perjuangan bangsa Indonesia. Terletak di tengah lapangan Merdeka, yang salah satu bagiannya yakni lapangan Ikada pernah digunakan Soekarno dan Hatta sebagai tempat mengadakan rapat raksasa. Keduanya mengumpulkan kekuatan rakyat untuk mengusir penjajah yang akan kembali dan merebut kekuasaan pemerintah dari Jepang.
Saat itu Proklamasi 17 Agustus 1945 dijadikan simbol yang dituangkan dalam wujud tugu yakni pembangunan Monas. Hal itu bertujuan agar rakyat selalu bisa mengenang peristiwa yang luar biasa tersebut. Pembangunannya pun dilaksanakan dalam 3 tahap.
Tahap pertama dalam rentang waktu 1961/1962 – 1964/1965, pembangunan dimulai secara resmi pada tanggal 17 Agustus 1961 oleh Presiden Soekarno yang secara seremonial meletakkan pasak beton pertama. Total 284 pasak beton digunakan sebagai fondasi bangunan. Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan pemasangan fondasi selesai pada Maret 1962. Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Kemudian pembangunan obelisk dimulai dan akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963.
Untuk pembangunan tahap kedua berlangsung pada rentang waktu 1966 hingga 1968. Akibat terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G-30-S/PKI) dan upaya kudeta, tahap ini sempat tertunda. Sementara tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah. Meskipun pembangunan telah selesai, masalah masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum. Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto.
Adapun tempat pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka. Lapangan Monas mengalami 5 kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat taman, 2 buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga.
Monumen Nasional terdiri atas beberapa bagian, yaitu: Pintu Gerbang Utama, Ruang Museum Sejarah, Ruang Kemerdekaan, Pelataran Cawan, Puncak Tugu, Api Kemerdekaan, serta Badan Tugu. Seluruh ukuran yang terdapat dalam Tugu Nasional sudah disesuaikan dengan angka hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17-08-1945.
Sayembara terbuka dilakukan sebelum pelaksanaan pembangunan. Sayembara itu diperuntukkan hanya untuk semua WNI baik secara kolektif atau individu, yang dibuka 17 Februari 1955 dan ditutup Mei 1956 yang diikuti 51 peserta. Peserta terbaik tepilih adalah Frederich Silaban, tetapi ia tidak mampu memenuhi syarat pembentukan tugu.
Sayembara kedua dibentuk dengan juri dengan Kepres RI No. 33/1960 dan dimulai 10 Mei 1960. Bentuk tugu yang diharakan panitia sebaiknya mencerminkan kepribadian Indonesia, karya budaya yang menimbulkan semangat patriotik, tiga dimensi, tidak rata, menjulang tinggi, terbuat dari beton, besi, dan batu pualam, serta bisa tahan 1.000 tahun. Dalam sayembara ulangan yang ditutup 15 Oktober 1960, dari peserta 222 orang dan 136 rancangan, masih belum bisa memenuhi kriteria yang ditetapkan panitia.
Sebagai ketua juri, Presiden Soekarno kemudian menunjuk arsitek Soedarsono dan F. Silaban untuk membuat rencana rancangan Tugu Nasional. Setelah ‘rencana gagasan’ disetujui pada 1961, maka dimulai pemancangan tiang pertama tanggal 17 Agustus 1961.
Saat itu dalam pelaksanaannya, Soedarsono bertindak sebagai direksi pelaksana, PN Adhi Karya sebagai pelaksana utama atas dasar upah ditambah jasa, Prof. Ir. Rooseno sebagai supervisor dalam konstruksi beton bertulangnya. Dalam hal wewenang kekuasaan daerah, koordinasi, logistik, perjanjian kerja dengan kontraktor dipegang oleh Umar Wirahadikusuma.
ConversionConversion EmoticonEmoticon